Sabtu, 09 Februari 2013

"Matius 27:27-44 DIA Yang Menanggung Semuanya Itu Sendiri."


Matius 27:27-44
DIA Yang Menanggung Semuanya Itu Sendiri.

Serdadu-serdadu wali negeri
adalah orang-orang yang
direkrut dari sekitar luar
Yudea, yaitu orang-orang dari
Finisia, Syria dan termasuk
Samaria. Jadi orang-orang ini sebenarnya merupakan musuh
orang Yahudi. Yesus yang
diserahkan kepada mereka
jelas menjadi suatu
kesempatan untuk mengolok-
olok dan menganiaya orang Yahudi, apalagi Yesus ini
disebut sebagai “Raja Orang
Yahudi.” Paling sedikit ada 200 serdadu yang mengelilingi dan mengerubuti Yesus untuk
mengolok-ngolok dan
menganiaya Dia. Seorang
penulis mengatakan tentang
apa yang dikerjakan serdadu-
serdadu ini dalam ayat 27-31 sebagai, “This is a display of
human nature in its most brutal
and inhumane form.” Raja
yang besar yang mengatasi
segala raja di dunia ini
mengalami penghinaan dan penyiksaan yang paling dalam.

Selanjutnya kita melihat Yesus
dibawa ke luar kota.
Penyaliban adalah suatu
penghinaan bagi orang
Romawi dan kutukan bagi
orang Yahudi. Karena itu penyaliban harus
dilangsungkan bukan di dalam
kota, melainkan di luar. Orang
yang disalib harus membawa
kayu salibnya sendiri menuju
tempat penyaliban. Biasanya mereka juga akan dikalungkan
plat yang menuliskan alasan
dia dihukum. Dalam kasus
Yesus, plat-nya bertuliskan,
“Inilah Yesus Raja orang
Yahudi.”

Di dalam perjalanan Yesus
yang susah, kita melihat ada
Simon Kirene di situ yang
akhirnya menolong Dia
membawa salib. Seakan-akan
kehadiran Simon di dalam peristiwa ini hanya kebetulan
saja. Simon hanyalah satu
orang dari banyak yang
berkerumun untuk melihat
prosesi penyaliban para
hukuman. Dan secara acak dia ditarik oleh serdadu dan
disuruh untuk menggotong salib
dari Yesus yang sudah lemah.
Kita tidak menemukan secara
detil dari Alkitab siapa Simon
ini. Tetapi dari Markus 15, Roma 16, kita bisa melihat
kalimat-kalimat yang menuju
kepada Simon dari Kirene ini.
Dari pertemuan yang kelihatan
sangat tidak sengaja, sangat
singkat, hidup dia dan keluarganya diubahkan
selamanya, menjadi orang
yang percaya kepada Yesus.

Mari sekarang kita mencoba
mengerti tentang salib, yang
zaman dulu adalah suatu
kebodohan dan batu sandungan.
Sekarang kita melihat salib ada
dimana-mana dan dipakai secara bebas. Akan tetapi di
zaman Yesus salib adalah
tanda yang sangat menjijikan,
yang dipakai hanya untuk
menunjuk kepada kriminal
paling rendah yang memberontak kepada kaisar
Roma. Tidak ada warga
Romawi sendiri yang
mengalami penyaliban.
Kegiatan ini hanya ditujukan
kepada mereka yang ras-nya bukan Romawi, yang statusnya
sangat rendah dan hina. Cicero
mengatakan salib adalah “a
most cruel and disgusting
punishment”. Dia mengatakan
selanjutnya, “To bind a Roman citizen is a crime, to flog him is
an abomination, to kill him is
almost an act of murder: to
crucify him – What? There is no
fitting word that can possibly
describe so horrible a deed.” Begitu mengerikannya dan
menjijikannya salib dia juga
mengatakan, “Let the very word
‘cross’ should be far removed
not only from the person of a
Roman citizen, but from his thoughts, his eyes and his ears.”
Bagi orang Romawi, salib
adalah suatu kebodohan.
“Bagaimana Engkau bisa
menyelamatkan orang lain
apabila diri-Mu sendiri Engkau tidak bisa selamatkan?!” Bagi
orang Yahudi, salib adalah
batu sandungan karena bagi
mereka orang yang disalibkan
adalah orang yang dikutuk
Allah (Ulangan 21:22-23; Galatia 3:13).

Tetapi lebih dari itu, apa yang
dikerjakan oleh tentara
Romawi merupakan dosa yang
dilakukan oleh ignorant sinners
tetapi apa yang dikerjakan
oleh pemimpin agama Yahudi merupakan dosa yang jauh
lebih berat karena suatu dosa
yang dilakukan oleh religious
sinners. Meskipun kita tidak
setuju dengan pembagian dosa
dengan seven deadly sins, karena semua dosa sebenarnya
adalah deadly, Alkitab tetap
membedakan derajat keseriusan
dosa. Salah satunya, dosa yang
dilakukan dengan sengaja
merupakan dosa yang lebih berat dengan dosa yang
dilakukan dengan tidak
sengaja.

Mereka berkata, “Jika Engkau
Anak Allah, turunlah dari
salib itu! Orang lain Ia
selamatkan, dirinya sendiri
tidak bisa ia selamatkan! Ia
menaruh harap pada Allah, biarlah Allah menyelamatkan
Dia!” Perkataan-perkataan ini
memiliki esensi yang sama
dengan perkataan Iblis ketika
mencobai Yesus di padang
gurun. “Jika Engkau Anak Allah, ubahlah batu ini
menjadi roti, dst.” Perkataan
yang mempertanyakan status
Yesus sebagai Anak Allah,
perkataan yang
mempertanyakan kebaikan Allah untuk melindungi dan
memelihara Anak-Nya.
“Bukankah kalau engkau anak
Allah, Dia pasti tidak akan
membiarkan engkau mengalami
sengsara seperti ini?”

Puji Tuhan, Yesus tidak turun dari
salib! Karena secara ironis,
justru karena Yesus adalah
Anak Allah, Dia terus taat
kepada Bapa-Nya yang sudah
mengutus Anak-Nya datang ke dunia untuk menebus dosa
manusia melalui kematian-
Nya. Dia tidak turun dari salib
justru karena Dia adalah Anak
Allah! Karena Dia mau
menyelamatkan orang lain, diri-Nya sendiri tidak boleh
diselamatkan! Karena melalui
kematian-Nyalah kuasa dosa,
kuasa kematian dikalahkan.

Marilah kita merenungkan
kebenaran yang indah ini
sehingga hidup kita penuh
dengan ucapan syukur kepada
Dia yang telah menyelamatkan
kita.


IMMANUEL
JESUS BLESSING

Tidak ada komentar:

Posting Komentar